Selasa, 04 Oktober 2011

Dua Jalan..

Sore itu, Rahma terlihat berlari menghampiri ayahnya yang tengah asyik membaca buku. Dengan masih mengenakan seragam TPA-nya, gadis kecil itu kemudian mencium tangan sang ayah seraya duduk dipangkuannya.
 
“Abi, Rahma mau masuk surga dong.”
“Masuk Surga?” Tanya ayahnya keheranan seraya menutup bukunya.
“Iya Abi. Tadi di kelas bu ustazah nyeritain tentang surga. Katanya surga itu enaaakk bangeet. Rahma boleh minta apa aja di surga.” Cerita Rahma.


Sang ayah kemudian tersenyum.
“Beneran mau masuk surga?” Tanya ayah Rahma meyakinkan.
Rahma mengangguk polos. Sang ayah menatap Rahma serius.
“Anakku, ketahuilah. Di dunia ini hanya ada dua jalan yang ditempuh oleh manusia. Kedua jalan tersebut masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda. Dari dua jalan tersebut salah satunya menuju surga, dan yang lainnya menuju neraka.” “Namun anakku, kau harus berhati-hati, karena kebanyakan orang di dunia ini terjebak dan salah memilih jalan. Mereka cenderung memilih jalan yang mulus, datar, dan tanpa hambatan. Jalan ini biasanya penuh dengan kesenangan dunia serta pujian dari manusia. Namun, justru jalan inilah yang biasanya menyebabkan manusia terlena sehingga melupakan Penciptanya. Kau harus hindari jalan itu. Karena jalan tersebut bisa mengantarkanmu ke neraka.”

Sang ayah menghela nafas sejenak, “Tapi, jika kau menginginkan surga, maka kau harus bersiap untuk menempuh jalan ini. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman. Jalannya menanjak, penuh dengan hambatan dan rintangan. Bahkan terkadang kau harus siap dicaci dan dimaki oleh orang-orang kafir, fasik dan munafik. Jangan pernah berharap ada pujian manusia dan kesenangan dunia jika kau ingin menempuh jalan menuju surga. Karena kita hanya boleh berharap pujian dari Allah, dan Allah-lah yang akan memberikan kita kesenangan nanti di surga.” Ujar ayah Rahma panjang lebar.

Rahma tersenyum bingung, “Tapi ayah, kok kata bu ustazah mah untuk masuk surga Rahma kudu rajin solat, rajin puasa, trus jadi anak solehah. Ga harus nempuh jalan kaya yang ayah ceritain.”

“Glek…”
Ayah Rahma tersenyum kecut. Dia lupa kalau sedang berbicara dengan anak masih berusia enam tahun..

sumber : http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/03/13/dua-jalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar