Jumat, 05 Agustus 2011

Memuji.. jangan berlebihan

“Hebat ya Salman itu. Dia itu sudah kaya, cakep, aktivis Rohis, dermawan lagi,” ucap Faiz. “Iya, kemarin lho, aku perhatiin Salman itu habis nyumbang di Masjid sekolah kita sampai satu juta,” timpal Ukhti Rasyid. “Wah, udah pasti Akhi Salman itu bakal jadi konglomerat di Akhirat nanti,” ucap Faiz menutup obrolan.
Sering tidak kita sadari, kita melakukan perbuatan yang kita anggap biasa saja atau kita anggap sebagai kebaikan, tapi ternyata di menurut Allah perbuatan itu adalah sebuah dosa. Kita harus akui, sehebat apa pun kita, kita tidak akan bisa seumur hidup terbebas dari dosa sekecil apa pun. Salah satunya, adalah memuji. Kita anggap memuji itu hal yang wajar bahkan bisa menjadi baik ketika ada yang menakjubkan. Siapa sih yang tidak suka dipuji. Semua orang suka dipuji. Betul? Tapi tahukah kita bahwa memuji itu tidak boleh sembarangan?
Pertama, tidak boleh memuji diri sendiri. Sebab kita tidak tahu apakah diri kita ini adalah hamba yang baik menurut Allah. Allah berfirman, “Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dia lah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” [Al-Qur`an surah An-Najm ayat no. 32] Rasulullah juga pernah mewasiatkan, “Janganlah menganggap diri kalian suci. Hanya Allah lah yang mengetahui siapa yang baik di antara kalian.” [Shahih: Mukhtashar Shahih Muslim no. 1407] Kecuali kalau kebaikan diri kita itu adalah masalah duniawi dan tanpa berlebihan dalam menilai diri. Allah mengisahkan Nabi Yusuf, “Berkata Yusuf, ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’.” [Al-Qur`an surah Yusuf ayat no. 55]
Kedua, usahakan tidak memuji siapa pun kecuali Allah, yang memang pantas, berhak, dan wajib kita puji dan sanjung. Rasulullah berkata, “Jauhilah sanjung-menyanjung, karena sesungguhnya itu adalah penyembelihan.” [Shahih: Ash-Shahihah no. 1284]
Ketiga, ada kalimat khusus ketika terpaksa, (ingat ya, terpaksa!) memuji seseorang. Sebagaimana dikisahkan oleh Abu Bakrah, bahwa ada seorang pria yang disebut-sebut di hadapan Rasulullah. Kemudian berkatalah seseorang, “Wahai Rasulullah, tak seorang pun yang lebih baik darinya setelah Rasulullah dalam hal ini dan itu.” Rasulullah segera angkat suara, “Hei, anda telah memenggal leher kawan anda.” Beliau mengatakannya tiga kali. Setelah itu Rasulullah berkata, “Jika salah seorang di antara kalian harus menyanjung saudaranya, hendaklah ia berkata, ‘Menurutku, si Fulan adalah demikian, jika ia memandangnya seperti itu, dan tidaklah aku menyucikan seorang pun di atas Allah.” [Shahih: Mukhtashar Shahih Muslim no. 1510]
Keempat, kalau ingin memuji seseorang atas kebaikannya yang kita saksikan sendiri, pujilah dia ketika dia sudah wafat. Kalau masih hidup, jangan, soalnya kita tidak tahu bagaimana akhir hidupnya. Bisa jadi di akhir hidupnya dia banyak berbuat maksiat. Lebih-lebih, kalau seseorang dipuji ketika masih hidup, bisa-bisa dia jadi takabbur (sombong), ‘ujub sama dirinya, tidak ikhlas dalam beramal. Rasulullah berkata, “Janganlah kalian merasa takjub dengan amal seseorang, hingga kalian melihat bagaimana hidupnya berakhir.” [Shahih: Ash-Shahihah no. 1334]
Kita sebagai seorang Muslim harusnya keinginan dipuji itu cuma dipuji Allah. Tidak perlu kita berharap pujian dari manusia. Selain tidak berefek apa-apa buat akhirat kita, juga pujian manusia itu bisa bikin kita lupa diri dan lupa ikhlas. So, jangan lebay yach kalo memuji. Kecuali memuji Allah, mesti sebanyak-banyaknya.
Surabaya, 30 Dzul Qa’dah 1431
Ditulis oleh Brilly El-Rasheed (brillyyudhowillianto@gmail.com)
Copy Right © 1431 Brilly El-Rasheed
Disebarkan oleh www.thaybah.or.id